JAM

Sabtu, 28 Januari 2012

Petaka Tugu Tani Terjadi Sekejap Mata

Hanya dalam hitungan detik, keriangan itu berubah petaka. Kedua belas pejalan kaki tersambar mobil di halte bus Tugu Tani, Gambir, Jakarta Pusat, Ahad (21/1) siang silam. Keadaan begitu pilu, mengerikan, tubuh-tubuh bersimbah darah bergelimpangan, delapan orang bahkan meregang nyawa di sana. Seorang korban lainnya akhirnya juga mengembuskan napas terakhir.

Tak pernah ada yang menyangka kepergian mereka melepas penat beban hidup sejenak di kawasan silang Monumen Nasional atau Monas, jadi kepergian selamanya. Teguh Hadi Purnomo, satu di antara korban selamat menuturkan kejadian tragis tersebut.

Sempat pingsan, Teguh tak ingat lagi luka-lukanya. Dengan kekuatan tenaga yang tersisa, ia mengguncang sang anak, Yusuf, agar tetap hidup. Namun, manusia berusaha, Allah yang menentukan.

Usai sudah liburan si kecil Yusuf dan tiga kerabat dari sang sopir bajaj ke Monas. Mereka pun akhirnya pulang kampung ke Jepara, Jawa Tengah, namun tak lagi bernyawa.

Air mata belum mengering, keluarga korban pun berupaya melepas ikhlas kepergian mereka yang terkasih. Termasuk Ujay, empat sekawan pencinta futsal yang turut tewas. Seperti sudah firasat akan pergi selamanya, status Facebook ujay berpamitan menyiratkannya.

Santunan Jasa Raharja senilai Rp 25 juta memang tak pernah bisa mengganti nyawa-nyawa yang terenggut. Firmansyah tak sempat menimang sang jabang bayi, meninggalkan istri yang tengah hamil tujuh bulan.

Pun demikian Mulyadi yang harus rela melepas Buchari atau Ari pergi selamanya dalam duka mendalam. Dan, kepedihan itu turut dirasakan warga lainnya.

Ternyata, sempat-sempatnya sang pengemudi maut Afriyani Susanti mengunci mobil ringseknya usai menghantam dua belas pejalan kaki. Ia terlihat datar saja. Wajahnya tersirat gelisah, namun bukan karena sedih usai menjagal sembilan nyawa. Kegeraman banyak pihak tak pelak muncul disertai tanda tanya. Kok bisa tak merasa bersalah?

Tabir mulai terkuak. Foto pesta minuman keras dan narkotik Afriyani terunggah di dunia maya. Bahkan, bermunculan plesetan celoteh dan pesan bagi sang pengemudi maut. Mulai dari akun Twitter bernada galak, pesan berantai permintaan mengebut di DPR, hingga anekdot disamakan dengan Gayus Tambunan menyamar versi terbaru.

Petaka ini seolah menyengat publik. Terlebih, soal fenomena narkoba bagai puncak gunung di lautan, masih sedikit yang tersingkap. Modus terbaru terus bermunculan, terakhir via lautan lepas narkoba diselundupkan. Setahun terakhir, pil ekstasi yang disita naik 110 persen.

Tekanan sosial lingkungan, terjebak pusaran gaya hidup salah arah, bisa jadi faktor kuat seseorang terjerat narkoba. Dikabarkan pula, Afriyani sedang mencari jodoh, terlacak di laman indonesiancupid.com. Rasa kepercayaan diri dan eksistensi saat mengonsumsi narkoba bagai pil mujarab pengobat beban hidup. Ironis, rasa ini jelas semu semata, bahkan justru berbuah petaka.(ANS)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites